Banyak orang
mengatakan bahwa menjadi dosen itu kerjaannya sak dos, gajinya sak sen (kerjaannya
banyak tapi gajinya sedikit). Apalagi kalau kamu menjadi dosen di kampus swasta
berbasis agama, kamu akan dituntut untuk ikhlas menerima. Pernyataan tersebut
bisa jadi benar, tapi bisa jadi salah. Mari saya ceritakan pengalaman saya
menjadi dosen di salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Jawa Timur, sebut
saja UMM.
Saat pertama kali wawancara dengan pimpinan Fakultas, Pak Dekan saat itu tidak mewawancarai apakah saya kompeten atau tidak. Beliau justru ingin menguji keyakinan saya untuk bekerja di UMM. Satu pesan dari KH Ahmad Dahlan yang beliau kutip saat itu adalah "hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah". Dan benar saja, pertama kali
saya menerima gaji, saya cukup terkejut mendapati fakta bahwa gaji yang saya terima
masih di bawah UMR kota Malang (silakan diperkirakan sendiri nominalnya). Padahal
kondisinya saat itu seluruh uang tabungan saya habis untuk pindahan kontrakan
dari Jogja ke Malang dan istri saya juga hamil tua. Bulan-bulan awal
bekerja menjadi dosen di UMM tidaklah mudah. Apalagi sejak hari pertama bekerja,
kami para dosen muda tidak diperlakukan selayaknya dosen baru yang butuh waktu
untuk belajar, kami langsung diberi tanggung jawab besar dengan beban mengajar banyak, kepanitiaan, atau tugas-tugas tambahan sesuai bidang kami. Sebagai seorang kepala keluarga, tentu aku berpikir bagaimana
memberi nafkah yang layak bagi keluargaku. Untungnya, di tengah kesulitannya
beradaptasi di lingkungan baru, istri saya selalu
memberikan dukungan yang luar biasa, hingga sampai saat ini saya masih bertahan.
Setelah bisa melewati masa-masa sulit tersebut, saya akan memberikan pandangan
saya terkait rasanya menjadi dosen PTS, khususnya di Perguruan Tinggi
Muhammadiyah (PTM).
Setiap PTS pasti
memiliki alasan khusus mengapa mereka didirikan, selain misi umum untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Ada yang alasannya murni mengejar profit, ada pula
yang ingin menyebarkan ajaran tertentu. Hal inilah yang membedakan PTS dengan
PTN. Jadi begini, bekerja di PTS itu artinya kamu bekerja untuk menyukseskan
misi dari Yayasan yang menaungi PTS kamu. Dan itu yang saya rasakan selama
bekerja di UMM ini, ada gairah tersendiri untuk mencapai misi tersebut. Apalagi
PTS harus bisa menghidupi dirinya sendiri karena mereka tidak dibiayai
pemerintah. Kalau kamu tidak bekerja, ya kamu ga akan bisa bertahan hidup. Hal
ini tentu berbeda dengan bekerja di PTN yang bisa lebih “selow” karena jalan
hidupnya sudah ditentukan pemerintah dan kehidupannya dijamin pemerintah.
UMM sendiri merupakan salah satu universitas swasta yang merupakan amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan. Berbicara tentang Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) ini spesial karena Muhammadiyah menjadikan PTM ini sebagai amal usaha, yang artinya seluruh PTM adalah sarana berdakwah sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sehingga selalu ditanamkan kepada setiap orang yang bekerja di UMM, bahwa bekerja adalah ibadah, harus ditunaikan dengan tanggung jawab sebagai amanah dan diterima dengan ikhlas. Yang saya
rasakan sendiri, bekerja di UMM ini selalu ada gairah kebaruan dengan intensitas kerja yang tinggi setiap harinya, namun juga tidak melupakan sisi-sisi kemanusiaan dan spiritualitas.
Di titik ini,
saya dapat mengatakan bahwa bekerja di PTM memiliki banyak kelebihan yang tidak
dimiliki dengan bekerja di tempat lain. Nama Muhammadiyah pasti tidak bisa terlepas dari citra agama Islam. Bekerja di PTM itu artinya kita bekerja
sebagai agen dari agama Islam. Jika kerja kita baik, baik pula citra agama kita, namun sebaliknya jika kerja kita jelek, jelek pula citra agama kita. Hal ini juga membawa konsekuensi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat bahwa apapun yang kita lakukan akan berdampak pada citra institusi, Muhammadiyah, dan agama Islam. Tapi setidaknya kita tahu bahwa kita bekerja untuk sesuatu hal
yang benar. Bekerja di PTM juga membawa gairah tersendiri untuk selalu bekerja
dan berkarya dengan sungguh-sungguh karena keberlangsungan hidup kita ada di
tangan kita sendiri. Apalagi bekerja bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, tapi untuk kepentingan orang banyak cukup membuat hati merasa tentram. Bekerja di PTM juga tidak pernah membuat saya merasa kekurangan materi, meskipun juga
tidak berlebihan. Dan itu cukup membuat hati merasa tenang.
Dan jika
berbicara tentang kesejahteraan menjadi dosen di PTM, tentu kembali lagi pada
diri kita. Tadi saya bercerita bahwa gaji pertama saya masih di bawah UMR, syukurlah sekarang kondisinya semakin membaik, setelah saya mengurus Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN). Gaji dosen itu sangat dinamis,
dan justru penghasilan terbesarnya ada pada variabel-variabel di luar gaji
pokok itu. Sebagai gambaran, variabel-variabel itu diantaranya adalah honor kelebihan
beban mengajar, menjadi panitia, menyusun modul dan RPS, membimbing/menguji
skripsi, dan mengikuti suatu project. Seiring dengan peningkatan jabatan
akademik, gaji yang kita peroleh juga akan bertambah. Ada juga
insentif-insentif yang diberikat kampus bagi karya-karya dosen, baik itu artikel jurnal, buku, keikutsertaan dalam konferensi internasional, atau HKI. Tentu saja kalau
menjadi dosen hanya mengajar, gaji yang diperoleh tidak banyak. Jadi sudah
selayaknya dosen harus aktif.
Bagaimana jika
dibandingkan dengan dosen PTN? Sekali lagi, semua kembali pada dosen
masing-masing, mau bekerja dan berkarya sejauh apa. Berlian tetaplah berlian,
dia akan tetap indah dimanapun dia berada. Pemerintah memberikan hak dan
kewajiban yang sama pada kedua status dosen ini. Semuanya wajib menjalankan Tri
Dharma Perguruan Tinggi. Dosen swasta wajib memiliki NIDN, dosen swasta juga wajib mengajukan kepangkatan setara dengan dosen PNS.
Pemerintah juga memberikan kesempatan yang setara bagi dosen PTN dan PTS, misal
untuk memperoleh dana penelitian, beasiswa, insentif publikasi jurnal
internasional bereputasi, serta tunjangan sertifikasi dosen. Jadi bagi saya,
menjadi dosen itu adalah profesi yang paling adil. Kalau kamu produkif kamu
dapat banyak, tapi kalau kamu tidak berkarya, ya kamu hanya memperoleh sedikit. Profesi ini juga profesi yang seimbang antara perolehan finansial dan kesempatan mengembangkan diri.
Bismillah, saya juga sedang menunggu pengumuman hasil tes Dosen Kampus Muhammadiyah.
BalasHapus