Buat yang belum
tahu beasiswa Stipendium Hungaricum, jadi beasiswa ini adalah beasiswa penuh
dari pemerintah Hungaria untuk kuliah S1, S2, atau S3 di negara tersebut. Buat yang
belum tahu dimana Hungaria itu, intinya Hungaria itu ada di tengah Eropa, jadi deket
kalau mau kemana-mana keliling Eropa. Beasiswa ini dikelola oleh Tempus Public Foundation
dan diperuntukan bagi negara-negara yang telah menjalin kerjasama bilateral
dengan pemerintah Hungaria, termasuk salah satunya Indonesia. Di Indonesia, beasiswa
ini dikelola oleh Kemeristekdikti (sekarang berarti Kemendikbud-Dikti) yang
bertugas sebagai sending partner program.
Meskipun namanya
beasiswa penuh, tapi jangan berekspektasi akan mendapat fasilitas yang “wah”
seperti beasiswa LPDP. Untuk tiket pesawat kita masih harus tanggung sendiri. Beasiswa
ini juga tidak menyediakan dana untuk buku, penelitian, atau konferensi
internasional seperti beasiswa LPDP. Bagi mahasiswa master, Living allowance
yang diberikan untuk biaya hidup selama sebulan juga sifatnya bantuan. Tapi
meskipun begitu, ada beberapa keuntungan yang bisa didapat seperti biaya kuliah
gratis, akomodasi gratis di dorm universitas, biaya hidup bulanan, dan asuransi
kesehatan. Biaya hidup di Hungaria juga terkenal murah jika dibanding negara-negara
lain di Eropa, setara dengan biaya hidup di Jakarta lah. Tulisan ini akan
bercerita tentang pengalaman saya dalam menyiapkan dan apply beasiswa
Stipendium Hungaricum ini.
Saya mendengar
nama beasiswa ini ketika mengikuti talent scouting yang diadakan oleh
Dikti. Di acara tersebut saya mendapat bocoran bahwa ada beasiswa kerjasama antara
pemerintah Indonesia dan Hungaria yang masih jarang diketahui publik. Kelebihannya,
beasiswa ini tidak mensyaratkan IELTS atau TOEFL IBT saat mendaftar. Kita juga
tidak perlu mendaftar ke universitas yang dituju karena jika lolos seleksi administrasi
beasiswa ini kita otomatis akan diikutkan seleksi di Universitas yang dituju. Sebagai
orang yang tidak punya skor IELTS, saya langsung menyiapkan diri untuk
mendaftar beasiswa ini. Secara umum proses seleksinya adalah sebagai berikut: seleksi
teknis administratif oleh Tempus, seleksi oleh Dikti, seleksi oleh universitas
tujuan, keputusan akhir memperoleh beasiswa. Untuk timeline tahun 2020 bisa
dilihat di gambar di bawah.
Timeline Beasiswa Stipendium Hungaricum |
Untuk ijazah dan
transkrip, saya cukup menggunakan yang dari universitas. Kebetulan di UGM
setiap ijazah dan transkrip yang diperoleh, kita bisa meminta salinannya dalam Bahasa
Inggrisnya juga, jadi tidak perlu menerjemahkan lagi. Untuk sertifikat Bahasa Inggris,
saya hanya melampirkan skor TOEFL ITP karena memang belum punya skor IELTS atau
TOEFL IBT. Untuk surat keterangan sehat, saya meminta dari rumah sakit swasta
dekat kontrakan. Yang diminta adalah surat keterangan bebas AIDS dan Hepatitis
A, B, C. Setelah mendapatkan hasilnya, saya langsung terjemahkan sendiri, dan kembali
ke RS untuk meminta stempel lembar terjemahannya. Tapi ternyata hasil dari RS
tersebut hanya surat bebas AIDS dan Hepatitis B saja. Oleh karena itu, saya
melengkapi aplikasi saya dengan pernyataan missing document yang intinya
berjanji akan melengkapi kekurangan tersebut nanti. Karena sertfikat Bahasa dan
surat keterangan sehat ini memang sifatnya boleh menyusul, jadi saya tidak
terlalu ambil pusing dua dokumen ini.
Untuk surat rekomendasi,
saya meminta dari pembimbing tesis saya dan juga dekan Fakultas Psikologi UMM
sebagai atasan saya saat ini. Prosesnya juga cukup lancar. Untuk meminta
rekomendasi dari pembimbing tesis (Prof. Saifuddin Azwar), saya menyempatkan
waktu untuk pulang ke Jogja. Agak gimana aja gitu kalau minta sama orang tua
tapi minta dikirim email. Sebelum ke Jogja saya sudah diminta membuat draf rekomendasinya,
baru saat ketemu, beliau merevisi dan menambahkan beberapa hal. Prof. Azwar
sangat suportif dan banyak memberikan insight baru untuk aplikasi saya. Untuk
surat rekomendasi yang kedua, prosesnya juga kurang lebih sama. Saya diminta
untuk membuat drafnya terlebih dahulu, baru dikoreksi dan ditandatangani.
Dokumen lainnya
yang harus dilengkapi adalah motivation letter, research plan, dan surat
kesediaan calon supervisor. Untuk memulai, saya buka website Hungarian Doctoral
Council di www.doktori.hu, di situ sudah
ada informasi yang sangat lengkap tentang program serta topik riset yang
ditawarkan. Saya langsung mencari untuk Psikologi dan menemukan Eotvos Lorand
University (ELTE) sebagai universitas yang menyediakan program PhD di
Psikologi. Saya lihat satu per satu topik riset yang ditawarkan oleh
masing-masing professor di sana dan langsung tertarik dengan topik riset yang
ditawarkan oleh Kristof Kovacs yang ingin meneliti tentang pengukuran kemampuan
kognitif karena sesuai dengan bidang saya di Psikometri. Saya baca beberapa
artikelnya yang luar biasa berani, dia mengajukan penolakan terhadap konsep g
factor dalam inteligensi yang sudah mapan di Psikologi dan mengajukan teori
baru yakni Process Overlap Theory (POT). Sayapun langsung Menyusun draf research
plan berdasarkan topik tersebut. Meskipun masih sangat kasar, saya memberanikan
diri menghubungi Dr. Kovacs dan melampirkan CV serta draf research plan
saya tadi. Tanpa diduga, beliau sangat responsif dan langsung menyatakan
tertarik untuk menjadi supervisor saya. Sayapun tanpa basa-basi langsung
meminta surat kesediaan secara tertulis dan beliau menyanggupinya.
Untuk aplikasi
beasiswa Stipendium Hungaricum ini kita bisa memilih dua program yang berbeda,
baik dari universitas yang sama atau berbeda. Untuk peilihan kedua, saya memilih
program Doctoral of Education di University of Szeged. Alasannya tentu saja
karena di sana ada ahlinya yang berkaitan dengan riset yang akan saya lakukan. Saya
menemukan profil Prof. Gyöngyvér Molnár yang risetnya banyak berkutat
dengan kemampuan penalaran dan Computer Based Test. Tanpa basa-basi saya
langsung menerapkan strategi pertama tadi untuk mengubungi Prof. Molnar. Kali
ini, jalannya agak sedikit berliku. Beliau menyatakan tertarik, tapi ada
beberapa hal yang perlu diubah. Beliau lalu mengirimkan dua jurnal ke saya
untuk dijadikan referensi dalam Menyusun research plan. Setelah satu
minggu saya berkutat untuk merevisi research plan saya, saya kembali mengubungi
beliau. Kali ini beliau malah mengirim artikel yang lain. Saya pun kembali merevisi
artikel saya. Sampai akhirnya beliau berkata, “masih ada beberapa hal yang perlu
kita diskusikan, tapi secara garis besar saya OK dengan idenya”. Mendapat kode
keras ini, sayapun tanpa basa-basi langsung meminta surat kesediaan menjadi
supervior dan beliau langsung menyanggupinya.
Masukan dari Prof.
Molar ini sangat berharga untuk menyempurnakan research plan saya. Saya kemudian
juga membuat motivation letter, tentu juga berkaitan dengan research plan saya.
Poin-poin yang harus tertulis di motivation letter sudah ada di website,
jadi kita tinggal menuliskan saja point-point tersebut. Berhubung saya tidak
terlalu mahir dalam berbahasa Inggris, saya cukup terbantu dengan bantuan Grammarly
untuk menyiapkan research plan dan motivation letter saya,
meskipun rasa bahasanya jadi berbeda. Dan tentu saja, grammatical error itu
tetap saja masih ada meski sudah pakai Grammarly. Dikarenakan untuk mendaftar
di ELTE ada syarat khusus yaitu reference work, saya melampirkan dua
artikel saya. Yang satu sudah terpublikasi di jurnal internasional dan satunya
baru draf publikasi. Kedua artikel yang saya pilih adalah artikel yang topiknya
dekat dengan research plan saya.
Setelah semua
berkas siap, saya kirimkan ke Dikti melalui email. Dikti meminta semua berkas
dikirim satu bulan sebelum deadline, dan untungnya semua berkas sudah siap. Dan
dua minggu sebelum deadline, saya juga sudah submit di aplikasi online. Setelah
ini, tinggal menunggu hasil seleksi tahap pertama. Untuk proses seleksi
selanjutnya, akan saya ceritakan di tulisan berikutnya.