Cerita ini sudah
sangat lama, enam tahun yang lalu, jadi pasti detail ceritanya saya sudah
banyak yang lupa. Tapi berhubung sampai sekarang masih banyak yang bertanya tentang
tips, tricks, dan pengalaman untuk menjadi Pengajar Muda Indonesia Mengajar,
jadi saya coba tuliskan ulang apa yang masih saya ingat.
Kalau ada yang
belum tahu tentang Indonesia Mengajar, jadi Indonesia Mengajar (IM) itu adalah gerakan
sosial pendidikan yang misinya mengirimkan guru ke daerah-daerah terpencil
untuk menjadi agen perubahan. Guru yang dikirim ke daerah tersebut disebut
sebagai Pengajar Muda. Mereka adalah lulusan sarjana (katanya terbaik) dari
berbagai universitas (biasanya universitas terkenal) yang akan ditempatkan
sebagai guru SD di pelosok selama setahun. Meskipun brandingnya seolah-olah
mereka datang sebagai pahlawan yang mau mengubah keadaan di daerah, namun
kenyataannya tidak sebaik itu kok. Justru satu tahun itulah masa training bagi
Pengajar Muda untuk belajar lebih banyak tentang realita kehidupan. Mereka juga
datang ke daerah bukan sebagai relawan, tapi mereka bekerja dengan digaji oleh yayasan,
ya meskipun tidak sebesar gaji di perusahaan multinasional.
Proses pertama
untuk menjadi Pengajar Muda tentu saja adalah seleksi. Saat itu seingat saya
ada sekitar 8.000 pendaftar dan yang diterima hanya 52. Seleksi pertama adalah
seleksi administrasi. Tapi jangan dianggap remeh, seleksi ini sangat menentukan,
terutama dalam menulis esai untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di
form aplikasi online. Pertanyaan-pertanyaan itu sama seperti pertanyaan wawancara
Behavioral Event Interview (BEI), yang tiap pertanyaannya mengukur satu
dimensi kepemimpinan tertentu. Beberapa pertanyaan yang saya ingat: ceritakan
tentang kegagalan terbesar kamu! Pertanyaan tersebut mengukur resiliensi kita,
seberapa tangguh kita ketika dihadapkan pada situasi yang kurang enak. Asumsinya,
jika di masa lalu kamu memiliki resiliensi yang baik, maka jika nanti jadi
Pengajar Muda kamu juga akan memiliki resiliensi yang baik. Untuk menjawab satu
pertanyaan itu, komponen STAR (Situation, Task, Action, Result) harus
terpenuhi. Jadi kita harus bisa menjelaskan situasinya, apa yang kita lakukan
dalam mengatasi situasi tersebut, dan bagaimana hasilnya.
Tahap selanjutnya
adalah Direct Assessment (DA). Yang lolos DA kalau ga salah sekitar 200-an dari
seluruh pendaftar. DA dilaksanakan di beberapa kota, saya ambil di Yogyakarta. Di
tahap ini, kita akan diases dengan psikotes, micro teaching, LGD, dan wawancara.
Psikotesnya standar, tes kepribadian saja. Micro teaching itu simulasi mengajar
yang materinya udah ditentukan, tapi ada kondisi tidak terduga nanti, misal tiba-tiba
ada yang kencing di kelas. Muridnya adalah peserta seleksi yang lain, jadi
santai saja. Kuncinya hanya have fun dan tetap tenang, jangan emosi. Di
sesi LGD kita dikasih kasus, lalu diminta merumuskan solusi atas kasus tersebut
dengan diskusi kelompok tanpa pemimpin. Kuncinya, ngomong yang sistematis, logis,
dan solutif, jangan kebanyakan dan jangan pasif. Wawancara menurut saya adalah
yang paling menentukan. Wawancara ini menggali esai yang sudah kita tulis di
tahap seleksi administrasi. Jadi kalau kamu menuliskan hal yang sebenarnya
tidak kamu lakukan di esai sebelumnya, maka interviewer akan bisa mengetahuinya.
Kuncinya, tenang saja, ceritakan pengalamanmu dengan sistematis dan jujur.
Tahap selanjutnya
adalah pengumuman untuk Medical Check Up (MCU). Pengumumannya tidak
serentak, jadi ada yang duluan ada yang belakangan. IM memiliki orang-orang
prioritas, kalau orang prioritas tidak bersedia melanjutkan, maka orang-orang
cadangan akan dipanggil. MCUnya lengkap, semua diperiksa, urin, darah, detak
jantung. Setelah hasilnya keluar dan dinyatakan sehat, maka kita akan dikirim
surat tawaran kontrak melalui email. Di situ dijelaskan kewajiban dan haknya,
dan diminta mengirim balik setelah ditandatangani. Setelah itu tinggal menunggu
info selanjutnya untuk trainingnya.
Jaman saya dulu
training dilaksanakan selama 8 minggu. Kita dikarantina di wisma Indosat Purwakarta,
dekat waduk jatiluhur. Selama training, kita tidurnya di barak, yang satu
ruangan isinya bisa 30 orang. HP akan disita dan hanya boleh dikasih hari
Minggu. Listrik hanya dibatasi sampai jam 10 malam dan ada beberapa hari dengan
menu seadanya, misal hanya nasi dan jengkol. Selama training kita diajarkan
materi pedagogi dan kepemimpinan, serta cara bertahan hidup di lingkungan
ekstrem. Jadi salah satu komponen pelatihannya adalah survival di gunung selama
3 hari. Acara survival sendiri dipandu oleh Wanadri. Selamat 8 minggu kalian
akan didoktrin pada hal-hal positif dan meninggalkan hal-hal negatif. Kalian akan
didoktrin pada pencapaian tujuan dibanding menyelesaikan masalah. Intinya 8
minggu ini berkesan banget lah dan pasti ada aja deh yang cinlok.
Setelah pelatihan
8 minggu, kita diberangkatkan ke daerah. Saya mendapat lokasi di Banggai, Sulawesi
Tengah. Tempat yang sangat indah, laut dan gunung semuanya ada. Tugas Pengajar
Muda sebenarnya tidak hanya menjadi guru SD, tapi juga mengembangkan
ekstrakurikuler, advokasi Pendidikan di desa, kecamatan, dan kabupaten, serta
menjejaringkan relawan Pendidikan di daerah dengan relawan Pendidikan di pusat.
Di masa penempatan inilah realita dimulai, menjadi Pengajar Muda tidak seindah
dan seideal ketika kita ada di pelatihan. Apa yang direncanakan 80% tidak bisa
dilaksanakan karena keadaan. Tantangan tidak hanya soal geografis, tapi juga
tantangan sosial. Meskipun di luar, kamu dibranding seolah-olah seperti
pahlawan pendidikan, namun kenyataannya kamu akan merasa kecil karena
kontribusimu ternyata tidak seberapa dibanding pahlawan pendidikan lainnya yang
kamu temui di daerah. Misalnya, kamu akan bertemu guru honorer yang tetap bekerja
dengan penuh dedikasi meskipun digaji hanya 300 ribu per bulan. Tapi kamu juga
akan bertemu banyak orang brengsek yang memanfaatkan jabatannya demi keuntungan
pribadi. Jadi kalau dibilang, masa training yang sesungguhnya bagi para Pengajar
Muda ya masa satu tahun di penempatan ini.
Menjadi Pengajar
Muda itu memang kelihatan keren, tapi kenyataannya ya tidak sekeran itu kok. Pengajar
Muda tidak melulu lulusan terbaik bangsa yang rela melepas kemapanan hidup di
kota untuk menjadi guru di pelosok selama setahun. Pengajar Muda juga bukan
orang yang hanya memikirkan kepentingan Pendidikan di daerah tanpa mempedulikan
kepentingan dirinya. Saya contohnya, lulusan biasa saja yang menjadi Pengajar
Muda sesaat setelah lulus kuliah, jadi tidak ada yang saya korbankan saat itu. Justru
saya mendapat banyak, mendapat ilmu dan gaji. Dengan menjadi Pengajar Muda
pulalah peluang untuk mendapatan beasiswa S2 semakin besar, dan itu artinya
cita-cita menjadi dosen semakin dekat. Pengajar Muda juga sama seperti anak
muda lainnya, yang belum tentu didengarkan omongannya oleh orang tua. Jadi jangan
terlalu berekspektasi kehadiran Pengajar Muda akan langsung mengubah kondisi pendidikan
di daerah menjadi maju, karena pada akhirnya maju tidaknya pendidikan daerah
itu banyak faktornya, dan yang paling besar adalah keinginan maju dari
stakeholder Pendidikan (dari pemerintah daerah misalnya).
NOTE: Tulisan ini ditulis berdasarkan pengalaman saya seleksi dan menjadi Pengajar Muda di tahun 2014. Beberapa hal pasti sudah berubah dan mungkin tidak relevan lagi dengan informasi yang ada di tulisan ini.